Senin, 22 September 2014

analisis zat warna sitesis berbahaya




ANALIS ZAT PEWARNA RHODAMIN B PADA SAUS CABAI YANG BEREDAR DI SEKITARAN PANCING MEDAN

Oleh
Nama                          : Junita Br Sembiring
Nim                             : 4111210006
Program Studi           : Kimia
Jurusan                      : Kimia

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN





BAB I
PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG MASALAH
      Warna dari suatu produk makanan ataupun minuman merupakan salah satu cirri yang penting. Warna merupakan salah satu kriteria dasar untuk menentukan kualitas makanan, antara lain warna dapat memberi petunjuk mengenai perubahan kimia  dalam makanan seperti kecoklatan (deman JM.1997). selain itu, beberapa warna spesifik dari buah juga dikaitkan dengan kematangan. Warna juga mempengaruhi persepsi akan rasa. Oleh karena itu,warna menimbulkan banyak pengaruh terhadap konsumen dalam memilih satu produk makanan atau minuman.
      Tujuan dari penggunaan zat warna tersebut adalah untuk membuat penampilan makanan dan minuman menjadi menarik, sehingga memenuhi keingina konsumen. Dan awalnya makanan diwarnai dengan zat warna alami yang diperoleh dari tumbuhan, hewan, atau mineral, atau memperoleh zat warna alami makanan adalah mahal. Selain itu, umumnya tidak stabil terhadap pengaruh cahaya dan panas sehingga sering tidak cocok untuk digunakan dalam industri makanan. Maka, penggunaan warna sintetik lebih meluas. Keunggulan-keunggulan zat warna sintetik adalah lebih stabil dan lebih tahan terhadap berbagai kondisi lingkungan. Daya mewarnainya lebih kuat dan memiliki rentang warna lebih luas. Selain itu zat warna sintetik lebih murah dan lebih mudah untuk digunakan.
Jenis-jenis warna sintetis yang dizinkan di indonesia adalah amaran,biru berlian, eritrosin hijau FCF, hijau S, indigotin, ponceau 4R, kuning, kuinelin, kuning FCF, Riboflavina, tartrazine. Dan yang dilarang di indonesia adalah Rhodamin B,citrus Red No 2,guinea Green B, magenta, dan Sudan I.







Saus cabai   merupakan salah satu bahan penyedap dan penambah rasa pada makanan. Makanan kecil seperti perkedel, bakwan, otak-otak dan lainnya merupakan padanan bagi saos cabai. Selain makanan kecil, makanan besar seperti bakso, mie ayam, spageti, hamburger, dan sea food seakan tidak lengkap jika tanpa menggunakan saus cabai. Saus cabai yang berwarna merah biasanya menggunakan zat pewarna sintetis seperti amaran, Disamping itu terdapat pula perwarna sintetis Rhodamin B ditemukan dalam produk saus pangan yang seharusnya digunakan untuk perwarna tekstil. Walaupun memiliki toksisitas yang rendah namun pengkonsumsian yang besar dan berulang-ulang menyebabkan sifat kumulatif yaitu iritasi saluran pernapasan, iritasi kulit, iritasi mata, iritasi pada saluran pencernaan, keracunan dan gangguan hati. (trestiati,2003)
Penggunaan rhodamin B dalam produk pangan mungkin karena harganya murah dibandingkan zat pangan yang diizinkan,kemungkinan keduanya adalah kurangnya pengetahuan produsen industri rumah tangga tentang zat pewarna apa saja yang diperbolehkan dan tidak pada makanan
     
Oleh karena banyaknya beredar zat warna Rhodamin B pada makanan dan kosmetik sehingga peneliti berniat meneliti apakah zat warna Rhodamin B digunakan pada saus cabai yang beredar di sekitaran pancing medan. Analisis pada saus cabai ini dilakukan baik secara kualitatif dan kuantitatif dengan metode kromatografi kertas dan spektroskopi UV-Vis.
Alasan menggunakan kromatografi kertas karena kromatografi kertas merupakan bentuk analisis kualitatif sederhana yang digunakan secara meluas sesuai SNI 01-2895-1992. Dan pengukuran zat pewarna sintetik kuantitatif yaitu menggunakan spektroskopi UV-VIS karena Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif ketimbang kualitatif (Mulja dan Suharman, 1995: 26)
1.2.Batasan  Masalah
            Penelitian ini dibatasi yaitu membahas menganalis Rhodamin B pada saus yang beredar di sekitar pancing medan
1.3. Rumusan Masalah
      Apakah saus cabe yang beredar di sekitar pancing mengandung Zat warna Rhodamin B



1.4.Tujuan Penelitian
 Mengidentifikasi ada tidaknya kandungan Rhodamin B pada saus yang beredar di sekitaran pancing medan

1.5 Manfaat penelitian
1. Mengetahui kadar rhodamin yang ada pada saus cabe yang beredar di sekitaran pancing.
2. Memberikan informasi kepada khalayak bahwa zat warna Rhodamin B pada makanan    berbahaya untuk dikonsumsi
           

























BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Zat Warna Sintetis
            2.1.1 pengertian Zat warna
Menurut PERMENKES RI No.722/Menkes/Per/IX/1988, zat pewarna adalah bahan tambahan  makanan yang dapat memperbaiki atau member warna pada makanan. Warna pada makanan merupakan indikator kesegaran atau kematangan. Zat pewarna makanan dapat diperoleh dari bahan alam atau dari bahan buatan.
            2.1.2 Jenis-jenis zat warna sintetis

Menurut joint FAO/WHO Expert Committee on food additives (JECFA), zat pewarna sintetis dapat digolongkan dalam beberapa kelas berdasarkan rumus kimianya, yaitu azo, triarilmetana, quinolin, xanten, dan indigoid. Sedangkan berdasarkan kelarutanya dikenal dua macam pewarna sintetis yaitu dyes dan lakes. Kelas-kelas zat pewarna buatan menurut JECFA melaui tabel
Table kelas-kelas zat pewarna buatan menurut JECFA
Nama
Warna
Azo
a.       Tartazin
b.      Sunset yellow FCF
c.       Alura Red AC
d.      Ponceau 4R
e.       Red 2G
f.       Azorubine
g.      Fast Red E
h.      Amaranth
i.        Brilianth black BN
j.        Brown FK
k.      Brown HT

Kuning
Orange
Merah (kekuningan)
Merah
Merah
Merah
Merah
Merah (kebiruan)
Ungu
Kuning Kecoklatan
Cokelat
Trialmetan
a.       12 Briliant Blue FCF
b.      Patent Blue V
c.       14 Green S
d.      15 Green fast FCF

Biru
Biru
Biru kehijauan
Hijau
Quinolin
a.       16 Quinoline yellow

Kuning Kehijauan
Xanten
A.    17 Erythrosine

Merah
Indigoid
a.       Indigotine

Biru kemerahan


2.1.3 bahan pewarna sintetis di izinkan di indonesia
PEWARNA
Nomor Indeks
Warna ( C.I.No)
Batas
Maksimum
Penggunaan
Amaran
16185
Secukupnya
Biru berlian
42090
Secukupnya
Eritrosin
45430
Secukupnya
Hijau FCF
42053
Secukupnya
Hijau S
44090
Secukupnya
Indigotin
73015
Secukupnya
Ponceau 4R
16255
Secukupnya
Kuning
74005
Secukupnya
Kuinelin
25980
Secukupnya
Tartrazine
19140
Secukupnya
Sumber: Peraturan Menkes RI, Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 (Cahyadi,2006)
           





2.1.4.Pewarna sintetis yang dilarang di indonesia
Bahan pewarna
No Indeks (C.I.No)
Citrus red No.2
12156
Ponceau 3 R
16155
Ponceau SX
14700
Rhodamin B
45170
Guinea Green B
42085
Magenta
42510
Chrysoidine
11270
Butter Yellow
11020
Sudan I
12055
Methanil Yellow
13065
Auramine
41000
Oil Orange SS
12100
Oil Orange XO
12140
Oil Orange AB
11380
Oil OrangeOB
11390
Sumber: Peraturan Menkes RI, Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 (Cahyadi,2006)
2.2. KARAKTERISTIK ZAT PEWARNA SINTETIS (RHODAMIN B)
            Rhodamin B merupakan zat warna sintetik yang umum digunakan  sebagai perwarna sebagai pewarna tekstil. Pengkonsumsian Rhodamin B dalam jumlah yang besar maupun berulang-ulang menyebabkan sifat kumulatif yaitu iritasi saluran pernapasan, iritasi kulit, iritasi pada saluran pencernaan, keracunan, dan gangguan hati/liver. Rhodamin B memiliki LD50  sebesar 89,5 mg/kg jika diinjeksikan pada tikus secara intravena.
Rhodamine B termasuk zat yang apabila diamati dari segi fisiknya cukup mudah untuk dikenali. Bentuknya seperti kristal, biasanya berwarna hijau atau ungu kemerahan. Di samping itu rhodamine juga tidak berbau serta mudah larut dalam larutan berwarna merah terang berfluorescen. Zat pewarna ini mempunyai banyak sinonim, antara lain D and C Red no 19, Food Red 15, ADC Rhodamine B, Aizen Rhodamine dan Brilliant Pink B. Rhodamine biasa digunakan dalam industri tekstil. Pada awalnya zat ini digunakan sebagai pewarna bahan kain atau pakaian. Campuran zat pewarna tersebut akan menghasilkan warna-warna yang menarik.    
Nama kimia untuk kimia Rhodamin B yaitu N-9((9-(2-carboxyphebyl)-6-(dyetilamino)-3H-xanthen-3-ethyethanamium chlorida. Rumus molekul Rhodamin yaitu C28H31ClN2O3. Bobot molekul BM rhodamin B yaitu  479 dan titik leburnya adalah 165oC. Rhodamin B sangat larut dalam air dan aalkohol, sedikit larut dalam asam hidklorida dan natrium hidroksida. Rhodamin B adalah warna sintetik berbentuk serbuk kristal berwarna hijau, berwarna merah keunguan dalam bentuk terlarut pada konsentrasi tinggi dan berwarna merah terang pada konsentrasi rendah. Rhodamin B dapat digunakan untuk pewarna kulit, kapas, wool, serat kulit kayu, nilon, serat asetat, kertas, tinta dan vernis, sabun, dan bulu. Struktur kimia dari Rhodamin B
           
Rhodamin B berwarna merah dan sangat beracun dan berfluorensi bila terkena cahaya matahari. Zat warna sintetis Rhodamin B adalah salah satu zat pewarna yang dilarang untuk makanan dan dinyatakan sebagai bahan berbahaya menurut peraturan RI No 722/Menkes/per/IX/1988 tentang zat warna yang dinyatakan berbahaya dan dilarang di indonesia. Pemakaian zat warna yang dilarang ini sering terjadi pada industri kecil dan alasan pemakaianya selain murah harganya juga mudah dapat mudah di dapatkan. Hasil penelitian yayasan lembaga konsumen indonesia (1974), menunjukkan bahwa zat pewarna kemasan kecil yang diperdagangkan mengandung zat pewarna yang tidak diizinkan untuk dimakan seperti Rhodamin B. Zat warna Rhodamin B ini merupakan zat warna yang bersifat karsinogenik dan menyerang hati (Djarismawati dkk,2004)

Penelitian yang dilakukan Jansen Silalahi dan Fathur Rahman (2011) di Kabupaten labuhan batu selatan sumatra utara dari 28 sampel yang dianalisis dengan menggunakan spektrofotometri sinar tampak terdapat tiga sampel yang positif mengandung rodamin b. Ketiga sampel ini memberikan kurva serrapan yang panjang gelombang maksimum sama dengan baku pembanding Rhodamin B.
Menurut Pipih Siswati dan Juli Soemirat Slamet dalam uji toksisitas zat warna Rhodamin B terhadap mencit dengan pemberian dosis Rhodamin B 150 ppm, 300 ppm, dan 600 ppm menunjukkan terjadinya perubahan bentuk dan organisasi sel dalam jaringan hati normal ke patologis, yaitu perubahan sel hati menjadi nekrosis dan jaringan di sekitar.nya mengalami desintragasi atau disorganisasi. Kerusakan pada jaringan hati ditandai dengan terjadinya degenerasi lemak dan sitolisis dari sitoplasma. Terjadinya degenerasi lemak ini disebabkan karena terhambatnya pemasokan energi yang diperlukan untuk memelihara fungsi dan struktur retikulum endoplasmik sehingga proses sintesis protein menjadi menurun dan sel kehilangan daya untuk mengeluarkan trigliserida, akibatnya menimbulkan nekrosis hati.
       
2.3 KROMATOGRAFI KERTAS
Kromatografi kertas adalah kromatografi yang menggunakan kertas selulosa murni yang mempunyai afinitas besar terhadap air atau pelarut polar lainnya. Kromatografi kertas digunakan untuk memisahkan campuran dari substansinya menjadi komponen-komponennya.
Kromatografi kertas merupakan salah satu metode pemisahan berdasarkan distribusi suatu senyawa pada dua fasa yaitu fasa diam dan fasa gerak. Pemisahan sederhana suatu campuran senyawa dapat dilakukan dengan kromatografi kertas, prosesnya dikenal sebagai analisis kapiler dimana lembaran kertas berfungsi sebagai pengganti kolom.
Kromatografi kertas adalah salah satu pengembangan dari kromatografi partisi yang menggunakan kertas sebagai padatan pendukung fasa diam. Oleh karena itu disebut kromatografi kertas. Sebagai fasa diam adalah air yang teradsorpsi pada kertas dan sebagai larutan pengembang biasanya pelarut organik yang telah dijenuhkan dengan air.
Prinsip Kerja Kromatografi Kertas yaitu  Pelarut bergerak lambat pada kertas, komponen-komponen  bergerak pada laju yang berbeda dan campuran dipisahkan berdasarkan pada perbedaan bercak warna.
Dalam kromatografi kertas fasa diam didukung oleh suatu zat padat berupa bubuk selulosa. Fasa diam merupakan zat cair yaitu molekul H2O  yang teradsorpsi dalam selulosa kertas.fasa gerak berupa campuran pelarut yang akan mendorong senyawa untuk bergerak disepanjang kolom kapiler. Analisis kualitatif menggunakan kromatografi kertas dilakukan dengan cara membandingkan harga relative response factor (Rf). Nilai Rf identik dengan time retention (tR) atau volume retention (VR).
Nilai Rf dapat ditentukan dengan cara:
Rf = jarak yang ditempuh noda jarak yang ditempuh pelarut.
Harga Rf zat baku dapat diidentifikasikan komponen campuran, karena harga besaran ini bersifat khas untuk setiap zat asal digunakan jenis pengembang yang sama. Kadang-kadang pemisahan dalam satu arah belum memberikan hasil yang memuaskan. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, dapat dipakai cara kromatografi kertas dua dimensi, yang mana letak kertas diubah sehingga arah pemisahan juga berubah.
Secara umum kromatografi kertas dilakukan dengan menotolkan larutan yang berisi sejumlah komponen pada jarak 0,5 sampai 1cm dari tepi kertas. Setelah penetesan larutan pada kertas, maka bagian bawah kertas dicelupkan dalam larutan pengambang(developing solution). Larutan ini umumnya terdiri atas campuran beberapa pelarut organik yang telah dijenuhkan dengan air.
Sistem ini akan terserap oleh kertas dan sebagai akibat dari gaya kapiler akan merambat sepanjang kertas tersebut. Rambatan ini dapat diusahakan dalam modus naik atau menurun. Selama proses pemisahan dilakukan, sistem secara keseluruhannya disimpan dalam tempat tertutup, ruang didalamnya telah jenuh dengan uap sistem pelarut ini.


                                    http://klephone-file.blogspot.com/2012/03/kromatografi.html

2.4.SPEKTROSKOPI UV-VIS
Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknik analisis spektroskopik yang memakai sumber REM (radiasi elektromagnetik) ultraviolet dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer. Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif.
Spektroskopi UV/VIS merupakan metode penting yang mapan, andal dan akurat. Dengan menggunakan spektroskopi UV/VIS, substansi tak dikenal dapat diidentifikasi dan konsentrasi substansi yang dikenal dapat ditentukan. Pelarut untuk spektroskopi UV harus memiliki sifat pelarut yang baik dan memancarkan sinar UV dalam rentang UV yang luas.
Spektrofotometer Uv-Vis adalah alat yang digunakan untuk mengukur transmitansi, reflektansi dan absorbsi dari cuplikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Spektrofotometer sesuai dengan namanya merupakan alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorbsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi cahaya secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum sinar tampak yang sinambung dan monokromatis. Sel pengabsorbsi untuk mengukur perbedaan absorbsi antara cuplikan dengan blanko ataupun pembanding.
Spektrofotometer Uv-Vis merupakan spektrofotometer yang digunakan untuk pengukuran didaerah ultra violet dan didaerah tampak. Semua metode spektrofotometri berdasarkan pada serapan sinar oleh senyawa yang ditentukan, sinar yang digunakan adalah sinar yang semonokromatis mungkin.
Spektrofotometer UV-Vis (Ultra Violet-Visible) adalah salah satu dari sekian banyak instrumen yang biasa digunakan dalam menganalisa suatu senyawa kimia. Spektrofotometer umum digunakan karena kemampuannya dalam menganalisa begitu banyak senyawa kimia serta kepraktisannya dalam hal preparasi sampel apabila dibandingkan dengan beberapa metode analisa.
Spektrofotometri UV/Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spetrofotometer UV/Vis lebih banyak dpakai ntuk analisis kuantitatif dibanding kualitatif.
Spektrofotometri UV-vis adalah pengukuran serapan cahaya di daerah ultraviolet (200–350 nm) dan sinar tampak (350 – 800 nm) oleh suatu senyawa. Serapan cahaya uv atau cahaya tampak mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi elektron-elektron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi.
2.3     Absorbsi
Absorbsi cahaya UV-Vis mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi electron-electron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi. Energi yang terserap kemudian terbuang sebagai cahaya atau tersalurkan dalam reaksi kimia. Absorbsi cahaya tampak dan radiasi ultraviolet meningkatkan energi elektronik sebuah molekul, artinya energi yang disumbangkan oleh foton-foton memungkinkan electron-electron itu mengatasi kekangan inti dan pindah ke luar ke orbital baru yag lebih tinggi energinya. Semua molekul dapat menyerap radiasi dalam daerah UV-tampak karena mereka mengandung electron, baik sekutu maupun menyendiri, yang dapat dieksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi.
Absorbsi untuk transisi electron seharusnya tampak pada panjang gelombang diskrit sebagai suatu spectrum garis atau peak tajam namun ternyata berbeda. Spektrum UV maupun tampak terdiri dari pita absorbsi, lebar pada daerah panjang gelombang yang lebar. Ini disebabkan terbaginya keadaan dasar dan keadaan eksitasi sebuah molekul dalam subtingkat-subtingkat rotasi dan vibrasi. Transisi elektronik dapat terjadi dari subtingkat apa saja dari keadaan dasar ke subtingkat apa saja dari keadaan eksitasi. Karena berbagi transisi ini berbeda energi sedikit sekali, maka panjang gelombang absorpsinya juga berbeda sedikit dan menimbulkan pita lebar yang tampak dalam spectrum itu.
Absorptivitas (a) merupakan suatu konstanta yang tidak tergantung pada konsentrasi, tebal kuvet dan intensitas radiasi yang mengenai larutan sampel. Absorptivitas tergantung pada suhu, pelarut, struktur molekul, dan panjang gelombang radiasi. Satuan a ditentukan oleh satuan-satuan b dan c. Jika satuan c dalam molar (M) maka absorptivitas disebut dengan absorptivitas molar dan disimbolkan dengan ε dengan satuan M  -1cm-1 atau liter.mol-1cm-1. Jika c dinyatakan dalam persen berat/volume (g/100mL) maka absorptivitas dapat ditulis dengan E1%1cmA1%1cm (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.4  Cara kerja spektrofotometer uv-vis
Cara kerja spektrofotometer secara singkat adalah sebagai berikut. Tempatkan larutan pembanding, misalnya blangko dalam sel pertama sedangkan larutan yang akan dianalisis pada sel kedua. Kemudian pilih foto sel yang cocok 200nm-650nm (650nm-1100nm) agar daerah λ yang diperlukan dapat terliputi. Dengan ruang foto sel dalam keadaan tertutup “nol” galvanometer didapat dengan menggunakan tombol dark-current. Pilih h yang diinginkan, buka fotosel dan lewatkan berkas cahaya pada blangko dan “nol” galvanometer didapat dengan memutar tombol sensitivitas. Dengan menggunakan tombol transmitansi, kemudian atur besarnya pada 100%. Lewatkan berkas cahaya pada larutan sampel yang akan dianalisis. Skala absorbansi menunjukkan absorbansi larutan sampel.







2.5 SAUS CABE
2.5.1 Pengertian Saus Cabe

            menurut SNI 01-2976-1992, Saus cabe adalah saus yang diperoleh dari pengolahan bahan utama cabe (capsicum sp) yang matang dan baik dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan digunakan sebagai penyedap makanan.
            Saus cabe adalah saus yang diperoleh dari pengolahan cabe yang matang dan  berkualitas baik dengan tambahan bahan-bahan lain yang digunakan sebagai bahan pembantu. Bahan-bahan tambahan yang digunakan sangat bervariasi, tetapi yang umum ditambahkan ialah garam, gula, bawang putih dan bahan pengental (pati jagung atau maizena dapat juga tapioka). Pati digunakan sebagai pengikat dan memberikan penampakan yang mengkilap. Rasa dan mutu saus cabe sangat tergantung mutu dan varietas cabe yang digunakan sebagai bahan baku utamanya. Jenis cabe yang digunakan dalam pembuatan saus cabe antara lain jatiaba, α super tit dan tit paris. Cabe jatilaba adalah cabe lokal indonesia yang berwarna merah agak gelap, lurus, berkerut-kerut, tahan pecah dan ujungnya runcing. Tit paris  dan tit super mempunyai ciri yang sama yaitu berwarna merah menyala ujungmya runcing dan agak bengkok.              (Jurnal pengolahan pangan dan Gizi IPB-5)




 2.5.2 Syarat mutu saus Cabe

No
Kriteria Uji
Satuan
Persyaratan
1.
Keadaan :
1.1.   Bau
1.2.   Rasa



Normal
Normal cabe
2.
Jumlah padatan, %, b/b


20 – 40
3.
Abu tidak larut dalam asam %, b/b


Maks. 1
4.
Mikroskopis


Cabe positip
5.
Bahan tambahan makanan
5.1. Pewarna
5.2. Pengawet, dan
5.3. Pengental


Sesuai SNI. 0222-M dan peraturan Men.Kes. No. 772/Men.Kes/Per/IX/88
6.
Cemaran logam
6.1. Timbal (Pb), mg/kg
6.2. Tembaga (Cu), mg/kg
6.3. Seng (Zn), mg/kg
6.4. Timah (Sn), mg/kg
6.5. Raksa (Hg), mg/kg



Maks. 2,0
Maks. 5,0
Maks. 40,0
Maks. 40,0/250,0
Maks. 0,03
7.
Arsen, mg/kg


Maks. 1,0
8.
Cemaran mikroba :
8.1. Angka lempeng total
8.2. Bakteri coliform
8.3. E. coli
8.4. Aureus
8.5. Salmonella

Koloni/g
APM/g
APM/g
APM/g

Maks. 1x105
Maks. 1x102
Negatip
Maks. 10
Negatip /25 g
                                                                                                                   SNI 01-2976-1992




2.5.3.Perkiraan Penyediaan Semua Jenis Cabai Secara Nasional.
  • Produksi (ton) 1.128.793.
  • Impor (ton) 13.129,94.
  • Penyediaan dalam negeri sebelum ekspor (ton) 1.141.922,94.
  • Ekspor (ton) 6.814,226.
  • Penyediaan dalam negeri setelah ekspor (ton) 1.135.108,714.
·         Penggunaan untuk bahan baku industri (ton)
Industri saus 12.775.
Bubuk cabai (ton) 66.000.
http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2011/10/25/produksi-dan-konsumsi-cabai-kebutuhan-dan-peluangnya-406452.html
2.5.4. perusahaan yang menghasilkan saus  cabe yang di produknya ada di jual sekitar pancing
PT Anugrah Lever - didirikan pada tahun 2000 dan bergerak di bidang pembuatan, pengembangan, pemasaran dan penjualan kecap, saus cabe dan saus-saus lain dengan merk dagang Bango, Parkiet dan Sakura dan merek-merek lain
PT. Gunacipta Multirasa dan dinilai proses pembuatan Saus Cabe cap Dua Belibis sudah melewati  Standar Audit BPOM RI dan untuk itu aman untuk dikonsumsi.dan industri rumahan lainya












BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.Waktu dan Tempat Penelitian
            Penelitian ini  dilaksanakan dilaboratorium Kimia FMIPA-UNIMED selama 2 bulan.

3.2. Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1. Peralatan
            Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
-          Gelas kimia, 100 mL, 250 mL
-          Kertas Whatman
-          Spektroskopi UV-VIS
-          Cawan porselen
-          Gelas ukur 10 dan 50 mL
-          Penangas air
-          Pipet volumetrik
-          Pipa kapiler

3.2.2        Bahan-bahan
Bahan utama pada penelitian ini adalah saus cabai, asam asetat 10%, etil metil keton, aseton 30 mL, aquades 30 mL, NaCl 25 gram, etanol 50% 100 mL, air dan aquades, amoniak 10% metanol standar/baku pembanding Rhodamin B.
3.3.Prosedur Kerja
            Pengambilan Sampel
            Untuk pengambilan sampel dilakukan di sekitar pancing. Sampel yang diambil di pusat keramaian seperti pasar dan warung bakso,mie dan gorengan. Beberapa kegiatan yang dilakukan meliputi studi lapangan, pengambilan sampel, dan pemeriksaan sampel, pengolahan data tambahan. Untuk studi lapangan dilakukan dengan memeriksa secara visual beberapa produk pangan yang terindakasi menggunakan pewarna sintesis Rhodamin B.
           



Analisa Kualitatif
            Identifikasi zat pewarna sintetis pada analisa kualitatif menggunakan metode kromatografi kertas (paper chromatografhy)
(SNI, 01-2895-1992)
Analisa Kromatografi Kertas
            Prinsip uji bahan pewarna tambahan (BTP) adalah zat warna dalam contoh makanan diserap oleh benang wool dalam suasana asam dengan pemanasan kemudian dilakukan kromatografi kertas (poltekes Bandung,2002).
a.       Memasukkan 10 mL sampel cair atau 10-25 gram sampel padatan ke dalam gelas piala 100 mL
b.      Diasamkan dengan menggunakan menambahkan 5 mL asam asetat 10%
c.       Memasukkan dan merendam benang wool ke dalam sampel tersebut.
d.      Memanaskan dan mendiamkan sampai mendidih ( menit)
e.       Mengambil benang wool, dicuci dengan air dan dibilas dengan aquades.
f.       Menambahkan 25 ml amoniak 10%  ke dalam benang wool yang telah Memasukkan 10 mL sampel cair atau 10-25 gram sampel padatan ke dalam gelas piala 100 mL
g.      Memanaskan benang wool sampai tertarik pada benang wool (luntur).
h.      Benang wool dibuang, larutan diuapkan di atas water bath sampai kering.
i.        Residu ditambahkan beberapa tetes methanol  untuk ditotolkan pada kertas kromatografi yang siap pakai
j.        Di eluasi dalam bejana dengan eluen sampai mencapai tanda batas.
k.       Kertas kromatografi diangkat dan dibiarkan mongering.
l.        Warna yang terjadi diamati, membandingkan Rf (Reardation faktor) antara Rf sampel dan Rf standar.
Perhitungan=









Analisa Kuantitatif
                Pengukuran zat pewarna sintetik pada analisa kuantitatif menggunakan metode spekfotometri UV-Visibel (Depkes RI,1995)
-          Preparasi Standar
Standar Rhodamin B (0 ppm – 10 ppm)
            Memipet masing-masing larutan baku Rhodamin B 451,5 ppm ke dalam labu takar 100 mL kemudian dikocok. Deret standar ini mengandung  0,1,2.5,5,7.5 ppm Rhodamin B
-          Preparasi Sampel
Metode Preparasi sampel pada analisa kuantitatif secara spektrofotometri menggunakan metode preparasi sampel pada analis akualitatif (kromatografi kertas) yaitu:
a.       Memasukkan 10 mL sampel cair atau 10-25 gram sampel padatan ke dalam gelas piala 100 mL
b.      Diasamkan dengan menggunakan menambahkan 5 mL asam asetat 10%
c.       Memasukkan dan merendam benang wool ke dalam sampel tersebut.
d.      Memanaskan dan mendiamkan sampai mendidih ( menit)
e.       Mengambil benang wool, dicuci dengan air dan dibilas dengan aquades.
f.       Menambahkan 25 ml amoniak 10%  ke dalam benang wool yang telah Memasukkan 10 mL sampel cair atau 10-25 gram sampel padatan ke dalam gelas piala 100 mL
g.      Memanaskan benang wool sampai tertarik pada benang wool  sampai warnanya yang tertarik pada benang wool luntur kembali.
h.      Warna yang telah tertarik dari benang wool dan masih larut dalam amoniak kemudian dianalisa dengan spektrofotometer UV-VIS
Fungsi penambahan reagen
-          Asam asetat
Untuk membuat larutan suasana asam karena zat warna ada saus diserap oleh benang wool dalam suasana panas
           
-          Amonia
pH amonia sekitar 11,5 yang artinya bersifat basa. Dapat menarik zat warna dari benang wool tersebut.




3.4.Diagram Alir Percobaan.
           
Analisis kualitatif
Saus ±10 mL atau  10 gram
                       
 

Dimasukkan kedalam piala 100mL
Di.asamkan 5 ml asetat 10%
Dimasukkan benang wool
Larutan saus + benang wool
 


                                                                                                                Dipanaskan ±10 menit
Larutan saus
                Mengambil benang wool , mencuci dan membilas dengan aquades
Benang wool + 25 mL amonia 10%
 



                                                                                                                                Dipanaskan
Larutan warna luntur benang wool
Benang woll
Ambil benang wool

 

     Dipanaskan hingga kering
Sampel siap untuk  di analisis dengan kromatografi kertas
    Ditambah 3 tetes metanol


ANALISIS KROMATOGRAFI KERTAS
Kertas Whatman
                                                                                              
                                                                                              
                                                                                               Buat garis awal tipis 2 cm dari ujung bawah
Ambil Pipa kapiler totolkan pada sampel jarak 2 cm
Kertas whatman Spot
 
Keringkan spot dengan diangin-anginkan
Kertas whatman denga warna berpisah-pisah
Masukan Beaker gelas berisi eluen 90% aseton: 10%

                                                                                               
                                                                                                Angkat kertas dengan hati-hati
                                                                                                Keringkan
CATAT WARNA-WARNI YANG MUNCUL
                                                                                                           













Analisis kuantitatif spektroskopi UV-VIS
Benang wool
                                                                                                                     Ambil benang wool
Larutan yang ditarik  benang wool
 


Spektroskopi UV-VIs
Larut dalam amonia                                                                                        
                                                                                                                                          



                                               DAFTAR PUSTAKA
Azizahwati,Maryati,Hidayati. Jurnal analisis zat warna sintetik terlarang untuk makanan yang beredar di pasaran.ISSN:1693-9883. Departemen Farmasi FMIPA :UI
Cahyadi,w.2006. analisis dan aspek kesehatan bahan pangan cetakan pertama: PT.Bumi Aksara. Jakarta: Departemen Kes RI 1985
Deman JM. Kimia makanan Edisi kedua. Penerjemah: Prof.Dr Kosasih Padmawinata.Bandung: Penerbit ITB.
Djaraswati.2004. pengetahuan dan perilaku cabe merah giling dalam penggunaan Rhodamin di pasar tradisional jurnal ekologi kesehatan Vol 3(I)
Sumarlin la Ode, Jurnal Identifikasi pewarna sintesis pada produk pangan yang beredar di jakarta dan ciputat
Silalahi,Jansen dan fatur Rahman. Jurnal analisis Rhodamin B pada jajanan anak Sekolah Dasar, dikabupaten Labuhan batu Selatan,Sumatra Utara
 Badan Standardisasi Nasional,SNI Saus Cabai 01-2976-1992
Jurnal teknologi pangan dan Agroindustri Volume 1 no 1 jurusan gizi dan pangan IPB