ANALIS ZAT PEWARNA RHODAMIN B
PADA
SAUS CABAI YANG BEREDAR DI SEKITARAN PANCING MEDAN
Oleh
Nama : Junita Br Sembiring
Nim : 4111210006
Program
Studi : Kimia
Jurusan : Kimia
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.LATAR
BELAKANG MASALAH
Warna dari suatu produk makanan ataupun
minuman merupakan salah satu cirri yang penting. Warna merupakan salah satu
kriteria dasar untuk menentukan kualitas makanan, antara lain warna dapat
memberi petunjuk mengenai perubahan kimia
dalam makanan seperti kecoklatan (deman JM.1997). selain itu, beberapa
warna spesifik dari buah juga dikaitkan dengan kematangan. Warna juga
mempengaruhi persepsi akan rasa. Oleh karena itu,warna menimbulkan banyak
pengaruh terhadap konsumen dalam memilih satu produk makanan atau minuman.
Tujuan dari penggunaan zat warna tersebut
adalah untuk membuat penampilan makanan dan minuman menjadi menarik, sehingga memenuhi
keingina konsumen. Dan awalnya makanan diwarnai dengan zat warna alami yang
diperoleh dari tumbuhan, hewan, atau mineral, atau memperoleh zat warna alami
makanan adalah mahal. Selain itu, umumnya tidak stabil terhadap pengaruh cahaya
dan panas sehingga sering tidak cocok untuk digunakan dalam industri makanan.
Maka, penggunaan warna sintetik lebih meluas. Keunggulan-keunggulan zat warna
sintetik adalah lebih stabil dan lebih tahan terhadap berbagai kondisi
lingkungan. Daya mewarnainya lebih kuat dan memiliki rentang warna lebih luas.
Selain itu zat warna sintetik lebih murah dan lebih mudah untuk digunakan.
Jenis-jenis warna sintetis yang dizinkan di indonesia adalah amaran,biru
berlian, eritrosin hijau FCF, hijau S, indigotin, ponceau 4R, kuning, kuinelin,
kuning FCF, Riboflavina, tartrazine. Dan yang dilarang di indonesia adalah
Rhodamin B,citrus Red No 2,guinea Green B, magenta, dan Sudan I.
Saus cabai merupakan salah satu bahan penyedap dan
penambah rasa pada makanan. Makanan kecil seperti perkedel, bakwan, otak-otak
dan lainnya merupakan padanan bagi saos cabai. Selain makanan kecil, makanan
besar seperti bakso, mie ayam, spageti, hamburger, dan sea food seakan tidak
lengkap jika tanpa menggunakan saus cabai. Saus cabai yang berwarna merah biasanya menggunakan zat
pewarna sintetis seperti amaran, Disamping
itu terdapat pula perwarna sintetis Rhodamin B ditemukan dalam produk saus pangan
yang seharusnya digunakan untuk perwarna tekstil. Walaupun memiliki toksisitas
yang rendah namun pengkonsumsian yang besar dan berulang-ulang menyebabkan
sifat kumulatif yaitu iritasi saluran pernapasan, iritasi kulit, iritasi mata,
iritasi pada saluran pencernaan, keracunan dan gangguan hati. (trestiati,2003)
Penggunaan rhodamin B dalam produk pangan mungkin karena harganya murah
dibandingkan zat pangan yang diizinkan,kemungkinan keduanya adalah kurangnya
pengetahuan produsen industri rumah tangga tentang zat pewarna apa saja yang
diperbolehkan dan tidak pada makanan
Oleh karena banyaknya beredar zat warna Rhodamin B pada makanan dan
kosmetik sehingga peneliti berniat meneliti apakah zat warna Rhodamin B
digunakan pada saus cabai yang beredar di sekitaran pancing medan. Analisis
pada saus cabai ini dilakukan baik secara kualitatif dan kuantitatif dengan
metode kromatografi kertas dan spektroskopi UV-Vis.
Alasan menggunakan
kromatografi kertas karena kromatografi kertas merupakan bentuk analisis
kualitatif sederhana yang digunakan secara meluas sesuai SNI 01-2895-1992. Dan
pengukuran zat pewarna sintetik kuantitatif yaitu menggunakan spektroskopi
UV-VIS karena Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik
yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis
lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif ketimbang kualitatif (Mulja dan
Suharman, 1995: 26)
1.2.Batasan Masalah
Penelitian
ini dibatasi yaitu membahas menganalis Rhodamin B pada saus yang beredar di
sekitar pancing medan
1.3.
Rumusan Masalah
Apakah
saus cabe yang beredar di sekitar pancing mengandung Zat warna Rhodamin B
1.4.Tujuan
Penelitian
Mengidentifikasi ada tidaknya kandungan
Rhodamin B pada saus yang beredar di sekitaran pancing medan
1.5
Manfaat penelitian
1. Mengetahui kadar rhodamin yang
ada pada saus cabe yang beredar di sekitaran pancing.
2. Memberikan informasi kepada
khalayak bahwa zat warna Rhodamin B pada makanan berbahaya untuk dikonsumsi
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Zat Warna Sintetis
2.1.1
pengertian Zat warna
Menurut PERMENKES RI No.722/Menkes/Per/IX/1988, zat pewarna
adalah bahan tambahan makanan yang dapat
memperbaiki atau member warna pada makanan. Warna pada makanan merupakan
indikator kesegaran atau kematangan. Zat pewarna makanan dapat diperoleh dari
bahan alam atau dari bahan buatan.
2.1.2 Jenis-jenis zat warna sintetis
Menurut joint FAO/WHO Expert
Committee on food additives (JECFA), zat pewarna sintetis dapat digolongkan
dalam beberapa kelas berdasarkan rumus kimianya, yaitu azo, triarilmetana,
quinolin, xanten, dan indigoid. Sedangkan berdasarkan kelarutanya dikenal dua
macam pewarna sintetis yaitu dyes dan lakes. Kelas-kelas zat pewarna buatan
menurut JECFA melaui tabel
Table kelas-kelas zat pewarna buatan
menurut JECFA
Nama
|
Warna
|
Azo
a.
Tartazin
b.
Sunset yellow FCF
c.
Alura Red AC
d.
Ponceau 4R
e.
Red 2G
f.
Azorubine
g.
Fast Red E
h.
Amaranth
i.
Brilianth black BN
j.
Brown FK
k.
Brown HT
|
Kuning
Orange
Merah (kekuningan)
Merah
Merah
Merah
Merah
Merah (kebiruan)
Ungu
Kuning Kecoklatan
Cokelat
|
Trialmetan
a.
12 Briliant Blue FCF
b.
Patent Blue V
c.
14 Green S
d.
15 Green fast FCF
|
Biru
Biru
Biru kehijauan
Hijau
|
Quinolin
a.
16 Quinoline yellow
|
Kuning Kehijauan
|
Xanten
A.
17 Erythrosine
|
Merah
|
Indigoid
a.
Indigotine
|
Biru kemerahan
|
2.1.3 bahan pewarna sintetis di izinkan di indonesia
PEWARNA
|
Nomor Indeks
Warna ( C.I.No)
|
Batas
Maksimum
Penggunaan
|
Amaran
|
16185
|
Secukupnya
|
Biru berlian
|
42090
|
Secukupnya
|
Eritrosin
|
45430
|
Secukupnya
|
Hijau FCF
|
42053
|
Secukupnya
|
Hijau S
|
44090
|
Secukupnya
|
Indigotin
|
73015
|
Secukupnya
|
Ponceau 4R
|
16255
|
Secukupnya
|
Kuning
|
74005
|
Secukupnya
|
Kuinelin
|
25980
|
Secukupnya
|
Tartrazine
|
19140
|
Secukupnya
|
Sumber:
Peraturan Menkes RI, Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 (Cahyadi,2006)
2.1.4.Pewarna sintetis yang dilarang di indonesia
Bahan pewarna
|
No Indeks
(C.I.No)
|
Citrus red No.2
|
12156
|
Ponceau 3 R
|
16155
|
Ponceau SX
|
14700
|
Rhodamin B
|
45170
|
Guinea Green B
|
42085
|
Magenta
|
42510
|
Chrysoidine
|
11270
|
Butter Yellow
|
11020
|
Sudan I
|
12055
|
Methanil Yellow
|
13065
|
Auramine
|
41000
|
Oil Orange SS
|
12100
|
Oil Orange XO
|
12140
|
Oil Orange AB
|
11380
|
Oil OrangeOB
|
11390
|
Sumber:
Peraturan Menkes RI, Nomor 722/Menkes/Per/IX/88
(Cahyadi,2006)
2.2. KARAKTERISTIK ZAT
PEWARNA SINTETIS (RHODAMIN B)
Rhodamin B merupakan
zat warna sintetik yang umum digunakan
sebagai perwarna sebagai pewarna tekstil. Pengkonsumsian Rhodamin B
dalam jumlah yang besar maupun berulang-ulang menyebabkan sifat kumulatif yaitu
iritasi saluran pernapasan, iritasi kulit, iritasi pada saluran pencernaan,
keracunan, dan gangguan hati/liver. Rhodamin B memiliki LD50 sebesar 89,5 mg/kg jika diinjeksikan pada
tikus secara intravena.
Rhodamine
B termasuk zat yang apabila diamati dari segi fisiknya cukup mudah untuk
dikenali. Bentuknya seperti kristal, biasanya berwarna hijau atau ungu
kemerahan. Di samping itu rhodamine juga tidak berbau serta mudah larut dalam
larutan berwarna merah terang berfluorescen. Zat pewarna ini mempunyai banyak
sinonim, antara lain D and C Red no 19, Food Red 15, ADC Rhodamine B, Aizen
Rhodamine dan Brilliant Pink B. Rhodamine
biasa digunakan dalam industri tekstil. Pada awalnya zat ini digunakan
sebagai pewarna bahan kain atau pakaian. Campuran zat pewarna tersebut akan
menghasilkan warna-warna yang menarik.
Nama
kimia untuk kimia Rhodamin B yaitu N-9((9-(2-carboxyphebyl)-6-(dyetilamino)-3H-xanthen-3-ethyethanamium
chlorida. Rumus molekul Rhodamin yaitu C28H31ClN2O3.
Bobot molekul BM rhodamin B yaitu 479
dan titik leburnya adalah 165oC. Rhodamin B sangat larut dalam air
dan aalkohol, sedikit larut dalam asam hidklorida dan natrium hidroksida.
Rhodamin B adalah warna sintetik berbentuk serbuk kristal berwarna hijau, berwarna
merah keunguan dalam bentuk terlarut pada konsentrasi tinggi dan berwarna merah
terang pada konsentrasi rendah. Rhodamin B dapat digunakan untuk pewarna kulit,
kapas, wool, serat kulit kayu, nilon, serat asetat, kertas, tinta dan vernis,
sabun, dan bulu. Struktur kimia dari Rhodamin B
Rhodamin B berwarna merah dan sangat beracun dan
berfluorensi bila terkena cahaya matahari. Zat warna sintetis Rhodamin B adalah
salah satu zat pewarna yang dilarang untuk makanan dan dinyatakan sebagai bahan
berbahaya menurut peraturan RI No 722/Menkes/per/IX/1988 tentang zat warna yang
dinyatakan berbahaya dan dilarang di indonesia. Pemakaian zat warna yang
dilarang ini sering terjadi pada industri kecil dan alasan pemakaianya selain
murah harganya juga mudah dapat mudah di dapatkan. Hasil penelitian yayasan
lembaga konsumen indonesia (1974), menunjukkan bahwa zat pewarna kemasan kecil
yang diperdagangkan mengandung zat pewarna yang tidak diizinkan untuk dimakan
seperti Rhodamin B. Zat warna Rhodamin B ini merupakan zat warna yang bersifat
karsinogenik dan menyerang hati (Djarismawati dkk,2004)
Penelitian yang dilakukan Jansen Silalahi dan Fathur
Rahman (2011) di Kabupaten labuhan batu selatan sumatra utara dari 28 sampel
yang dianalisis dengan menggunakan spektrofotometri sinar tampak terdapat tiga
sampel yang positif mengandung rodamin b. Ketiga sampel ini memberikan kurva
serrapan yang panjang gelombang maksimum sama dengan baku pembanding Rhodamin
B.
Menurut Pipih Siswati dan Juli Soemirat Slamet dalam
uji toksisitas zat warna Rhodamin B terhadap mencit dengan pemberian dosis
Rhodamin B 150 ppm, 300 ppm, dan 600 ppm menunjukkan terjadinya perubahan
bentuk dan organisasi sel dalam jaringan hati normal ke patologis, yaitu
perubahan sel hati menjadi nekrosis dan jaringan di sekitar.nya mengalami
desintragasi atau disorganisasi. Kerusakan pada jaringan hati ditandai dengan
terjadinya degenerasi lemak dan sitolisis dari sitoplasma. Terjadinya
degenerasi lemak ini disebabkan karena terhambatnya pemasokan energi yang
diperlukan untuk memelihara fungsi dan struktur retikulum endoplasmik sehingga
proses sintesis protein menjadi menurun dan sel kehilangan daya untuk
mengeluarkan trigliserida, akibatnya menimbulkan nekrosis hati.
2.3 KROMATOGRAFI
KERTAS
Kromatografi kertas adalah kromatografi yang
menggunakan kertas selulosa murni yang mempunyai afinitas besar terhadap air
atau pelarut polar lainnya. Kromatografi
kertas digunakan untuk memisahkan
campuran dari substansinya menjadi komponen-komponennya.
Kromatografi kertas merupakan salah
satu metode pemisahan berdasarkan distribusi suatu senyawa pada dua fasa yaitu
fasa diam dan fasa gerak. Pemisahan sederhana suatu campuran senyawa dapat
dilakukan dengan kromatografi kertas, prosesnya dikenal sebagai analisis
kapiler dimana lembaran kertas berfungsi sebagai pengganti kolom.
Kromatografi kertas adalah salah
satu pengembangan dari kromatografi partisi yang menggunakan kertas sebagai
padatan pendukung fasa diam. Oleh karena itu disebut kromatografi kertas.
Sebagai fasa diam adalah air yang teradsorpsi pada kertas dan sebagai larutan
pengembang biasanya pelarut organik yang telah dijenuhkan dengan air.
Prinsip Kerja Kromatografi Kertas yaitu Pelarut bergerak lambat pada kertas,
komponen-komponen bergerak pada laju
yang berbeda dan campuran dipisahkan berdasarkan pada perbedaan bercak warna.
Dalam kromatografi kertas fasa diam
didukung oleh suatu zat padat berupa bubuk selulosa. Fasa diam merupakan zat
cair yaitu molekul H2O yang
teradsorpsi dalam selulosa kertas.fasa gerak berupa campuran pelarut yang akan
mendorong senyawa untuk bergerak disepanjang kolom kapiler. Analisis kualitatif
menggunakan kromatografi kertas dilakukan dengan cara membandingkan harga
relative response factor (Rf). Nilai Rf identik dengan time retention (tR) atau
volume retention (VR).
Nilai Rf dapat ditentukan dengan cara:
Rf = jarak yang ditempuh noda jarak
yang ditempuh pelarut.
Harga Rf zat baku dapat
diidentifikasikan komponen campuran, karena harga besaran ini bersifat khas
untuk setiap zat asal digunakan jenis pengembang yang sama. Kadang-kadang
pemisahan dalam satu arah belum memberikan hasil yang memuaskan. Untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik, dapat dipakai cara kromatografi kertas dua dimensi,
yang mana letak kertas diubah sehingga arah pemisahan juga berubah.
Secara umum kromatografi kertas
dilakukan dengan menotolkan larutan yang berisi sejumlah komponen pada jarak
0,5 sampai 1cm dari tepi kertas. Setelah penetesan larutan pada kertas, maka
bagian bawah kertas dicelupkan dalam larutan pengambang(developing solution).
Larutan ini umumnya terdiri atas campuran beberapa pelarut organik yang telah
dijenuhkan dengan air.
Sistem ini akan terserap oleh kertas
dan sebagai akibat dari gaya kapiler akan merambat sepanjang kertas tersebut.
Rambatan ini dapat diusahakan dalam modus naik atau menurun. Selama proses
pemisahan dilakukan, sistem secara keseluruhannya disimpan dalam tempat
tertutup, ruang didalamnya telah jenuh dengan uap sistem pelarut ini.
2.4.SPEKTROSKOPI UV-VIS
Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknik analisis
spektroskopik yang memakai sumber REM (radiasi elektromagnetik) ultraviolet
dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen
spektrofotometer. Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik yang
cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis
lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif.
Spektroskopi UV/VIS merupakan metode penting yang
mapan, andal dan akurat. Dengan menggunakan spektroskopi UV/VIS, substansi
tak dikenal dapat diidentifikasi dan konsentrasi substansi yang dikenal dapat
ditentukan. Pelarut untuk spektroskopi UV harus memiliki sifat pelarut yang
baik dan memancarkan sinar UV dalam rentang UV yang luas.
Spektrofotometer Uv-Vis adalah alat yang digunakan
untuk mengukur transmitansi, reflektansi dan absorbsi dari cuplikan sebagai
fungsi dari panjang gelombang. Spektrofotometer sesuai dengan namanya
merupakan alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer
menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan
fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau
yang diabsorbsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi cahaya
secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau
diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Suatu spektrofotometer
tersusun dari sumber spektrum sinar tampak yang sinambung dan monokromatis.
Sel pengabsorbsi untuk mengukur perbedaan absorbsi antara cuplikan dengan
blanko ataupun pembanding.
Spektrofotometer Uv-Vis merupakan spektrofotometer
yang digunakan untuk pengukuran didaerah ultra violet dan didaerah tampak.
Semua metode spektrofotometri berdasarkan pada serapan sinar oleh senyawa
yang ditentukan, sinar yang digunakan adalah sinar yang semonokromatis
mungkin.
Spektrofotometer UV-Vis (Ultra Violet-Visible)
adalah salah satu dari sekian banyak instrumen yang biasa digunakan dalam
menganalisa suatu senyawa kimia. Spektrofotometer umum digunakan karena
kemampuannya dalam menganalisa begitu banyak senyawa kimia serta
kepraktisannya dalam hal preparasi sampel apabila dibandingkan dengan
beberapa metode analisa.
Spektrofotometri UV/Vis melibatkan energi elektronik
yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spetrofotometer
UV/Vis lebih banyak dpakai ntuk analisis kuantitatif dibanding kualitatif.
Spektrofotometri UV-vis adalah pengukuran serapan
cahaya di daerah ultraviolet (200–350 nm) dan sinar tampak (350 – 800 nm)
oleh suatu senyawa. Serapan cahaya uv atau cahaya tampak mengakibatkan
transisi elektronik, yaitu promosi elektron-elektron dari orbital keadaan
dasar yang berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi berenergi lebih
tinggi.
2.3
Absorbsi
Absorbsi cahaya UV-Vis mengakibatkan transisi
elektronik, yaitu promosi electron-electron dari orbital keadaan dasar yang
berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi.
Energi yang terserap kemudian terbuang sebagai cahaya atau tersalurkan dalam
reaksi kimia. Absorbsi cahaya tampak dan radiasi ultraviolet meningkatkan
energi elektronik sebuah molekul, artinya energi yang disumbangkan oleh
foton-foton memungkinkan electron-electron itu mengatasi kekangan inti dan
pindah ke luar ke orbital baru yag lebih tinggi energinya. Semua molekul
dapat menyerap radiasi dalam daerah UV-tampak karena mereka mengandung
electron, baik sekutu maupun menyendiri, yang dapat dieksitasi ke tingkat
energi yang lebih tinggi.
Absorbsi untuk transisi electron seharusnya tampak
pada panjang gelombang diskrit sebagai suatu spectrum garis atau peak tajam
namun ternyata berbeda. Spektrum UV maupun tampak terdiri dari pita absorbsi,
lebar pada daerah panjang gelombang yang lebar. Ini disebabkan terbaginya
keadaan dasar dan keadaan eksitasi sebuah molekul dalam subtingkat-subtingkat
rotasi dan vibrasi. Transisi elektronik dapat terjadi dari subtingkat apa
saja dari keadaan dasar ke subtingkat apa saja dari keadaan eksitasi. Karena
berbagi transisi ini berbeda energi sedikit sekali, maka panjang gelombang
absorpsinya juga berbeda sedikit dan menimbulkan pita lebar yang tampak dalam
spectrum itu.
Absorptivitas (a) merupakan suatu konstanta
yang tidak tergantung pada konsentrasi, tebal kuvet dan intensitas radiasi
yang mengenai larutan sampel. Absorptivitas tergantung pada suhu, pelarut,
struktur molekul, dan panjang gelombang radiasi. Satuan a ditentukan
oleh satuan-satuan b dan c. Jika satuan c dalam molar
(M) maka absorptivitas disebut dengan absorptivitas molar dan disimbolkan
dengan ε dengan satuan M -1cm-1 atau liter.mol-1cm-1.
Jika c dinyatakan dalam persen berat/volume (g/100mL) maka
absorptivitas dapat ditulis dengan E1%1cmA1%1cm (Gandjar
dan Rohman, 2007).
2.4 Cara kerja
spektrofotometer uv-vis
Cara kerja spektrofotometer secara singkat adalah
sebagai berikut. Tempatkan larutan pembanding, misalnya blangko dalam sel
pertama sedangkan larutan yang akan dianalisis pada sel kedua. Kemudian pilih
foto sel yang cocok 200nm-650nm (650nm-1100nm) agar daerah λ yang diperlukan
dapat terliputi. Dengan ruang foto sel dalam keadaan tertutup “nol”
galvanometer didapat dengan menggunakan tombol dark-current. Pilih h
yang diinginkan, buka fotosel dan lewatkan berkas cahaya pada blangko dan
“nol” galvanometer didapat dengan memutar tombol sensitivitas. Dengan
menggunakan tombol transmitansi, kemudian atur besarnya pada 100%. Lewatkan
berkas cahaya pada larutan sampel yang akan dianalisis. Skala absorbansi
menunjukkan absorbansi larutan sampel.
2.5 SAUS
CABE
2.5.1
Pengertian Saus Cabe
menurut SNI
01-2976-1992, Saus cabe adalah saus yang diperoleh dari pengolahan bahan
utama cabe (capsicum sp) yang matang dan baik dengan atau tanpa penambahan
bahan makanan lain dan digunakan sebagai penyedap makanan.
Saus
cabe adalah saus yang diperoleh dari pengolahan cabe yang matang dan berkualitas baik dengan tambahan
bahan-bahan lain yang digunakan sebagai bahan pembantu. Bahan-bahan tambahan
yang digunakan sangat bervariasi, tetapi yang umum ditambahkan ialah garam,
gula, bawang putih dan bahan pengental (pati jagung atau maizena dapat juga
tapioka). Pati digunakan sebagai pengikat dan memberikan penampakan yang
mengkilap. Rasa dan mutu saus cabe sangat tergantung mutu dan varietas cabe
yang digunakan sebagai bahan baku utamanya. Jenis cabe yang digunakan dalam
pembuatan saus cabe antara lain jatiaba, α super tit dan tit paris. Cabe
jatilaba adalah cabe lokal indonesia yang berwarna merah agak gelap, lurus,
berkerut-kerut, tahan pecah dan ujungnya runcing. Tit paris dan tit super mempunyai ciri yang sama
yaitu berwarna merah menyala ujungmya runcing dan agak bengkok. (Jurnal pengolahan pangan dan Gizi IPB-5)
2.5.2 Syarat mutu saus Cabe
SNI 01-2976-1992
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2.5.3.Perkiraan Penyediaan Semua Jenis Cabai Secara
Nasional.
·
Penggunaan untuk bahan baku
industri (ton)
Industri
saus 12.775.
Bubuk cabai (ton) 66.000.
http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2011/10/25/produksi-dan-konsumsi-cabai-kebutuhan-dan-peluangnya-406452.html
2.5.4. perusahaan
yang menghasilkan saus cabe yang di
produknya ada di jual sekitar pancing
PT Anugrah Lever - didirikan pada tahun 2000 dan
bergerak di bidang pembuatan, pengembangan, pemasaran dan penjualan kecap,
saus cabe dan saus-saus lain dengan merk dagang Bango, Parkiet dan Sakura dan
merek-merek lain
PT. Gunacipta Multirasa dan dinilai
proses pembuatan Saus Cabe cap Dua Belibis sudah melewati Standar Audit BPOM RI dan untuk itu aman
untuk dikonsumsi.dan industri rumahan lainya
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
|
3.1.Waktu
dan Tempat Penelitian
Penelitian
ini dilaksanakan dilaboratorium Kimia
FMIPA-UNIMED selama 2 bulan.
3.2.
Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1. Peralatan
Alat-alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah
-
Gelas kimia, 100 mL, 250 mL
-
Kertas Whatman
-
Spektroskopi UV-VIS
-
Cawan porselen
-
Gelas ukur 10 dan
50 mL
-
Penangas air
-
Pipet volumetrik
-
Pipa kapiler
3.2.2
Bahan-bahan
Bahan
utama pada penelitian ini adalah
saus cabai, asam asetat 10%, etil metil keton, aseton 30 mL, aquades 30 mL,
NaCl 25 gram, etanol 50% 100 mL, air dan aquades, amoniak 10% metanol
standar/baku pembanding Rhodamin B.
3.3.Prosedur Kerja
Pengambilan Sampel
Untuk
pengambilan sampel dilakukan di sekitar pancing. Sampel yang diambil di pusat
keramaian seperti pasar dan warung bakso,mie dan gorengan. Beberapa kegiatan
yang dilakukan meliputi studi lapangan, pengambilan sampel, dan pemeriksaan
sampel, pengolahan data tambahan. Untuk studi lapangan dilakukan dengan
memeriksa secara visual beberapa produk pangan yang terindakasi menggunakan
pewarna sintesis Rhodamin B.
Analisa
Kualitatif
Identifikasi
zat pewarna sintetis pada analisa kualitatif menggunakan metode kromatografi
kertas (paper chromatografhy)
(SNI, 01-2895-1992)
Analisa
Kromatografi Kertas
Prinsip
uji bahan pewarna tambahan (BTP) adalah zat warna dalam contoh makanan diserap
oleh benang wool dalam suasana asam dengan pemanasan kemudian dilakukan
kromatografi kertas (poltekes Bandung,2002).
a. Memasukkan
10 mL sampel cair atau 10-25 gram sampel
padatan ke dalam gelas piala 100 mL
b. Diasamkan
dengan menggunakan menambahkan 5 mL asam asetat 10%
c. Memasukkan
dan merendam benang wool ke dalam sampel tersebut.
d. Memanaskan
dan mendiamkan sampai mendidih (
menit)
e. Mengambil
benang wool, dicuci dengan air dan dibilas dengan aquades.
f. Menambahkan
25 ml amoniak 10% ke dalam benang wool
yang telah Memasukkan
10 mL sampel cair atau 10-25 gram sampel
padatan ke dalam gelas piala 100 mL
g. Memanaskan
benang wool sampai tertarik pada benang wool (luntur).
h. Benang
wool dibuang, larutan diuapkan di atas water bath sampai kering.
i.
Residu ditambahkan
beberapa tetes methanol untuk ditotolkan
pada kertas kromatografi yang siap pakai
j.
Di eluasi dalam bejana
dengan eluen sampai mencapai tanda batas.
k. Kertas kromatografi diangkat dan dibiarkan
mongering.
l.
Warna yang terjadi
diamati, membandingkan Rf (Reardation
faktor) antara Rf sampel dan Rf standar.
Perhitungan=
Analisa Kuantitatif
Pengukuran zat pewarna sintetik pada analisa kuantitatif menggunakan metode
spekfotometri UV-Visibel (Depkes RI,1995)
-
Preparasi Standar
Standar Rhodamin B (0 ppm – 10 ppm)
Memipet
masing-masing larutan baku Rhodamin B 451,5 ppm ke dalam labu takar 100 mL
kemudian dikocok. Deret standar ini mengandung
0,1,2.5,5,7.5 ppm Rhodamin B
-
Preparasi Sampel
Metode Preparasi sampel pada analisa kuantitatif secara
spektrofotometri menggunakan metode preparasi sampel pada analis akualitatif
(kromatografi kertas) yaitu:
a. Memasukkan
10 mL sampel cair atau 10-25 gram sampel
padatan ke dalam gelas piala 100 mL
b. Diasamkan
dengan menggunakan menambahkan 5 mL asam asetat 10%
c. Memasukkan
dan merendam benang wool ke dalam sampel tersebut.
d. Memanaskan
dan mendiamkan sampai mendidih (
menit)
e. Mengambil
benang wool, dicuci dengan air dan dibilas dengan aquades.
f. Menambahkan
25 ml amoniak 10% ke dalam benang wool
yang telah Memasukkan
10 mL sampel cair atau 10-25 gram sampel
padatan ke dalam gelas piala 100 mL
g. Memanaskan
benang wool sampai tertarik pada benang wool sampai warnanya yang tertarik pada benang wool
luntur kembali.
h. Warna yang telah tertarik dari benang wool dan masih
larut dalam amoniak kemudian dianalisa dengan spektrofotometer UV-VIS
Fungsi
penambahan reagen
-
Asam asetat
Untuk membuat
larutan suasana asam karena zat warna ada saus diserap oleh benang wool dalam
suasana panas
-
Amonia
pH amonia sekitar 11,5 yang artinya
bersifat basa. Dapat menarik zat warna dari
benang wool tersebut.
3.4.Diagram
Alir Percobaan.
Analisis
kualitatif
Saus ±10 mL atau 10 gram
|
Dimasukkan kedalam piala 100mL
Di.asamkan 5 ml asetat 10%
Dimasukkan benang wool
Larutan saus + benang wool
|
Dipanaskan
±10 menit
Larutan saus
|
Benang wool + 25 mL amonia 10%
|
Dipanaskan
Larutan warna luntur benang wool
|
Benang woll
|
Dipanaskan hingga kering
Sampel siap untuk di analisis dengan kromatografi kertas
|
ANALISIS
KROMATOGRAFI KERTAS
Kertas Whatman
|
Buat
garis awal tipis 2 cm dari ujung bawah
Ambil Pipa kapiler totolkan pada sampel jarak 2 cm
Kertas whatman Spot
|
Keringkan spot
dengan diangin-anginkan
Kertas whatman denga warna
berpisah-pisah
|
Angkat
kertas dengan hati-hati
Keringkan
CATAT WARNA-WARNI YANG MUNCUL
|
Analisis kuantitatif spektroskopi UV-VIS
Benang wool
|
Larutan yang ditarik benang wool
|
Spektroskopi UV-VIs
|
DAFTAR PUSTAKA
Azizahwati,Maryati,Hidayati.
Jurnal analisis zat warna sintetik
terlarang untuk makanan yang beredar di pasaran.ISSN:1693-9883. Departemen
Farmasi FMIPA :UI
Cahyadi,w.2006. analisis dan aspek kesehatan bahan pangan
cetakan pertama: PT.Bumi Aksara. Jakarta: Departemen Kes RI 1985
Deman JM. Kimia makanan Edisi kedua. Penerjemah:
Prof.Dr Kosasih Padmawinata.Bandung: Penerbit ITB.
Djaraswati.2004. pengetahuan dan perilaku cabe merah giling
dalam penggunaan Rhodamin di pasar tradisional jurnal ekologi kesehatan Vol
3(I)
Sumarlin la Ode, Jurnal Identifikasi pewarna sintesis pada
produk pangan yang beredar di jakarta dan ciputat
Silalahi,Jansen dan
fatur Rahman. Jurnal analisis Rhodamin B
pada jajanan anak Sekolah Dasar, dikabupaten Labuhan batu Selatan,Sumatra Utara
Badan Standardisasi Nasional,SNI Saus Cabai
01-2976-1992
Jurnal teknologi pangan
dan Agroindustri Volume 1 no 1 jurusan gizi dan pangan IPB
Anonim,Kromatografi kertas,http://klephone-file.blogspot.com/2012/03/kromatografi.html